Sabtu, 08 Februari 2014

Tolong Aku, Aku Terpenjara dalam Sekolah!

Ada tulisan yang menginspirasi nih dari http://inspiring-aoc.blogspot.com/2014/02/tolong-aku-aku-terpenjara-oleh-sekolah.html?showComment=1391925461832#c193071546263520707 :) selamat membaca..
 
 
Tulisan ini bukan untuk memprovokasi teman-teman, bukan juga untuk menyalahkan pemerintah, guru ataupun murid. Tulisan ini saya buat pure sebagai sarana kita dalam bertukar pikiran mengenai sistem pendidikan yang sedang berjalan di negeri kita. Saya berharap kita semua mampu membuka mata dan pikiran kita lebar-lebar untuk memikirkan “apakah benar sekolah formal telah memenjarakan kita?”
------------------------------------------------------------------
Bulan Januari merupakan bulan idaman semua mahasiswa, khususnya mahasiswa rantauan. Pada bulan itulah, mahasiswa akan menikmati masa liburan panjang yang selama masa kuliah baru akan dirasakan. Saya adalah salah seorang mahasiswa rantauan yang sangat senang ketika mendengar kata “liburan”, karena di saat itulah saya bisa bertukar pikiran dan menyusun mimpi-mimpi baru, bersama guru les saya semasa saya duduk di bangku SMA. Beliau adalah sosok yang berhasil mengubah paradigma saya menjadi anti-mainstream (anti dengan hal yang biasa). Arti kata “anti” di sini tentu saja tidak berorientasi pada sesuatu yang negatif, namun lebih membuka pikiran selebar-lebarnya untuk lebih peka dan tanggap dengan keadaan di sekitar kita. Sosok wanita yang memiliki perawakan kurus itu kerap menjadi teman diskusiku dan teman-teman terkait segala sesuatu yang terjadi di kehidupan.
Pernahkah kalian merasa bosan dan jenuh untuk bersekolah? Saya yakin, hampir setiap orang pernah merasakannya. Entah hal itu disebabkan oleh rasa lelah ataupun merasa bosan dengan penjelasan salah seorang guru. Saya sendiri juga pernah merasakan titik jenuh untuk pergi ke sekolah dan belajar apa yang tidak ingin saya pelajari. Memang terdengar frontal, karena sama sekali tidak masalah jika kita mempelajari apa yang tidak kita suka. Bisa jadi hal itu jadi sebuah petunjuk yang hendak Tuhan sampaikan kepada kita. Atau mungkin memang itulah jalan yang telah Tuhan rencanakan untuk kita.
Sewaktu SMA, saya sering tidak masuk kelas, malah hampir sangat sering. Kurang lebih 15-an lomba dan event saya ikuti sejak saya kelas X semester 2. Awalnya saya sangat giat belajar di kelas hingga memperoleh predikat ranking 1 saat saya duduk di kelas X semester pertama. Namun, disaat guru PKn menghampiri saya dan menawarkan Lomba Cerdas Cermat (LCC) 4 Pilar Kebangsaan, paradigma saya mulai berubah. Saya lebih suka untuk mewakili sekolah dalam acara lomba atau event daripada harus belajar terus di dalam kelas. Bahkan, saya sering meminta waktu seminggu full bimbingan agar terbebas dari yang namanya sekolah, haha. Meskipun, memang di akhir semester sangat terlunta-lunta untuk menyusul ulangan dan tugas kesana-kemari. Namun, saya tetap tidak merasa rugi. Saya pikir, pengetahuan yang saya dapatkan di dalam kelas tidak sebanding dengan apa yang ada di luar sana. Ternyata, masih banyak hal yang perlu saya pelajari dari orang lain. Sempat saya merasa minder dan gerogi untuk bergaul dan bercakap-cakap dengan siswa dari daerah lain.
Jangan pernah merasa dirimu hebat, sebelum kamu keluar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi di luar sana!
Pada saat berdiskusi dengan guru les saya, saya bertanya kepadanya “Sebenarnya apa yang perlu diperbaiki dari Indonesia? Kenapa hampir semua sektor kehidupan memiliki masalah masing-masing. Banyak anak-anak yang putus sekolah, banyak pengangguran, jalan-jalan rusak, banjir, tanah longsor, pejabat negara yang korup, degradasi moral pemuda, sikap apatis orang-orang dan masih banyak lagi”. Guru lesku dengan singkat menjawab, “pendidikan”. Banyak sekali orang-orang yang terpenjara dengan pendidikan, lebih tepatnya terpenjara oleh sekolah formal. Sekolah formal hanya membentuk produk gagal yang akhirnya gagal juga dalam membentuk keteraturan lingkungan. Apakah kita rela jika sekolah kita yang berfungsi sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan dan guru-guru kesayangan kita yang selalu meluangkan waktunya untuk kita malah membentuk produk gagal seperti kita? Saya menyebut kita adalah produk gagal!.
Seringkali kita mempelajari apa yang tidak menjadi bakat dan minat kita. Contohnya kelas IPA yang harus rela berumit-rumit dengan fisika, padahal ada beberapa orang yang masuk IPA karena minat dengan biologi, bukan fisika. Lantas bagaimana ini? Seseorang tersebut tentu harus belajar pelajaran yang tidak dia sukai dengan sungguh-sungguh agar lulus dari standar nilai yang ditentukan. Ya memang kita tidak dapat menyalahkan siapapun dalam kasus ini. Tulisan ini hanya sebagai pembuka wawasan saja, bahwa kita sebenarnya perlu menyusun kurikulum baru dalam sekolah.
Tujuan penetapan Kriteria Kelulusan Minimum (KKM) sebenarnya memang baik jika dicapai dengan cara yang baik juga. Namun, kenyataannya KKM malah menjadi momok para siswa yang akhirnya menghalalkan segala cara, bahkan dengan cara yang tidak jujur. Siswa rela menyontek dan mencari perhatian guru (dengan berpura-pura aktif di kelas) agar mendapat nilai yang melebihi KKM. Nilai seolah-olah menjadi tujuan utama siswa-siswa sekolah. Mereka beranggapan bahwa nilai adalah jalan bagi mereka untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Padahal hakikat belajar bukanlah sekadar mendapat hal-hal tersebut.
Sekolah yang baik adalah sekolah yang mengarahkan siswa-siswanya untuk mengenali jati dirinya masing-masing, mencari dimana letak potensi diri mereka dan berusaha untuk mendampingi mereka dalam mengembangkannya. Bukan dipaksa untuk mempelajari jenis-jenis pelajaran yang tidak sesuai dengan bakat dan minat dengan embel-embel KKM, yang akhirnya hanya akan melahirkan produk gagal. Bahkan sekolah seakan-akan hanya berorientasi pada pencarian uang dan jabatan. Memang hal tersebut tidaklah mudah, perlu adanya penggabungan kekuatan dari beberapa pihak yang berhubungan, seperti pemerintah, guru, siswa dan juga orang tua.
Banyak teman-teman saya yang menentang pemikiran saya ini yang seakan-akan hanya berani berkomentar saja dan terlalu sok dengan merendahkan guru dan sekolah. Saya sama sekali tidak menyalahkan siapapun, saya bahkan bisa jadi seperti sekarang ini berkat jasa guru-guru saya dari SD sampai SMA. Namun, apakah kita tetap akan menjalankan dan terpaksa terlibat menjadi objek atas sistem yang salah? Bayangkan, di Jepang anak-anak TK sudah dituntun untuk merancang masa depan mereka dengan membuat mind-mapping. Di Korea, ada salah satu sekolah yang menerapkan sistem ujian gelap gulita. Kenapa? Karena pihak sekolah tidak ingin produk-produk keluarannya menjadi produk gagal. Mereka memasangkan lampu senter di kepala masing-masing siswa, sehingga jika ada siswa yang melakukan kegiatan mencontek, pasti akan ketahuan. Lantas, kenapa kita tidak bisa seperti itu? Apakah kita baru bisa seperti itu jika sistem menuntut? Kenapa Ujian Nasional malah menjadi Pesta Ketidakjujuran yang tampak seperti dilegalkan? Kenapa harus ada predikat pintar dan bodoh dalam kelas yang hanya akan membuat minder siswa-siswa? Katanya sih untuk memotivasi, namun apakah benar seperti itu? Bisa jadi, mereka yang berada di peringkat akhir (yang sering dianggap bodoh) memiliki salah satu bakat yang sangat mengejutkan, merakit komputer atau merakit pesawat terbang seperti pak Habibie. Katanya orang-orang, nilai itu juga untuk penghargaan atas kerja keras siswa selama pembelajaran. Apakah kita belajar hanya untuk dapat pengakuan baik atau buruk?
Kita dapat membuat sekolah yang pure keinginan para siswa, bukan sebuah paksaan. Sehingga, produk yang lahir pun tidak akan menjadi produk gagal yang hanya berorientasi pada uang, bukan pengabdian. Seseorang yang menyukai dan memiliki bakat dalam bermusik, ya sudah dia harus dan wajib untuk masuk kelas musik. Seseorang yang memiliki bakat menggambar, ya ayo masuk kelas menggambar. Yang bakat hitung-hitungan, sok atuh masuk kelas matematika atau fisika. Kan enak kan? Semua belajar pelajaran yang sesuai dengan potensi mereka. Dan nilai yang diberikan pun sesuai dengan kualitas siswa-siswanya. Siswa yang masuk kelas musik pasti akan mendapat julukan “anak musik”, anak kelas menggambar mendapat julukan “anak gambar/pelukis”, anak kelas fisika mendapat julukan “anak fisika/fisikawan”. Kualitas yang dihasilkan pun tidak hanya sekadar abal-abal dari hasil dongkrakan nilai yang berkedok “remidial test”.
Kalau tidak kita yang memulai merencanakan dan membuat sekolah model begitu, lantas siapa lagi? Masih ngerasa nggak terima dan menganggap saya hanyalah orang yang sok kritis dan cari sensasi? *Think Again*. Cepat atau lambat, kita semua akan merasakannya dan akan lantang menyuarakan “Tolong Aku, Aku dipenjara oleh Sekolah!”
Cari tahulah apa bakat dan minat kita sekarang dan fokuslah ke bidang itu! Semangat kawan-kawan! Nilai, Ijazah, Peringkat, Predikat itu hanyalah embel-embel belaka yang dapat hilang sewaktu-waktu. Namun, kualitas yang sebenarnya akan terus melekat dalam diri orang yang memilikinya.

Salah satu sekolah yang seperti cocok dan pantas adalah model sekolah yang seperti ini: 
Qaryah Thayyibah 1/2
Qaryah Thayyibah 2/2


untuk tulisan inspasi lainnya silakan kunjungi http://inspiring-aoc.blogspot.com/
terimakasih ^^

desi slondhok


Desi Priharyana siswa SMK Negeri 2 Yogyakarta yg setiap hari naik sepeda & berjualan slondhok. keren ya :) 
Guru bahasa indonesiaku (mr.Sochib) yang menceritakannya. setiap orang yang ingin sukses punya cara tersendiri.ini cara dia. meski begitu dia tidak malu :) respect it!

qoutes 2

MAN JADDA WA JADA! (SIAPA YANG BERSUNGGUH-SUNGGUH AKAN BERHASIL!)

quotes

JANGAN MATI-MATIAN MENGEJAR SESUATU YANG TIDAK BISA DIBAWA MATI! - Emha Ainun Najib

SNMPTN, SBMPTN, dan PASSING GRADE

Ini ada rangkuman chirpstory ttg SNMPTN, SBMPTN dan PASSING GRADE UGM :) selamat baca yaa..
kalo mau baca yang asli kunjungi aja ini >> http://chirpstory.com/li/49469 atau follow twitternya @UGMsolidarity .

N & D

simbol perdamaian merupakan gabungan antara 2 huruf N & D, kependekan dari 'Nuclear Disarmament' (anti senjata nuklir).

baru taukan? sama saya juga :P *emaap

Anak Tukang Becak yang Sukses Jadi Dokter UGM

Ini salah satu real story yang cukup menginspirasi. bukti bahwa pendidikan itu milik siapa saja, dan bukti bahwa FK bukan milik orang kaya saja. selamat membaca :)
 
 
Tekan Biaya Kuliah dengan Pinjam Buku ke Senior
Meski hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan, Agung Bakhtiyar mampu mewujudkan impiannya. Anak tukang becak itu kemarin (8/7) diwisuda menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran UGM dengan IPK 3,51.
NANI MASHITA
Rumah bercat hijau dan berdinding gedhek itu begitu sederhana. Di salah satu sisinya terbuka sebuah jendela kecil. Seorang pria tua dengan ramah menyapa dan mempersilakan Jogja Raya masuk ke rumah di Terban GK/V No 719, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman.
Di ruang tamu seluas 3x4 meter tersebut, ada beberapa perabotan yang ditaruh sekenanya. Meja kayu bundar yang tak begitu besar diletakkan di sudut ruangan. Sebuah pesawat televisi diletakkan di atas meja plastik berwarna hijau. Menghadap ke pintu masuk, ada tiga kursi lainnya. Di seberangnya, sebuah kursi bambu difungsikan sebagai kursi untuk menerima tamu. Sepiring makanan tradisional seperti jadah, getas, dan sesisir pisang tersaji di atas meja bertaplak warna merah. Satu-satunya cahaya di ruangan itu berasal dari jendela kecil yang terbuka lebar tadi.
Dari balik tirai, tuan rumah Agung Bakhtiyar muncul dengan mengenakan baju batik warna terang dipadu celana kain hitam. Memakai kacamata, wajahnya terlihat bersih terawat dengan janggut tipis di dagu. Tidak ada yang mengira apabila dia anak tukang becak yang biasa mangkal di depan Hotel Santika Jogja.
Awalnya, Agung terlihat kikuk saat menceritakan keberhasilannya menjadi dokter. Tangannya terlihat menggenggam buku rekening BNI. ’’Waduh… mau cerita apa ya,” katanya malu-malu, Jumat (8/7).
Agung resmi bergelar dokter setelah menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran UGM selama lima tahun tujuh bulan. Sebelum diwisuda kemarin, dia menjalani profesi dokter muda di Klaten serta menempuh pendidikan dokter dengan dengan nilai IPK (indeks prestasi kumulatif) 3,51. Saat diwisuda, dia didampingi kedua orang tua dan salah seorang kakaknya. Usai wisuda, Agung dan keluarga langsung pulang. Tidak ada acara perayaan untuk menandai keberhasilan pemuda 24 tahun itu menyelesaikan pendidikan dokternya.
’’Ibu tidak mau ada perayaan untuk syukuran kuliah. Rencananya ingin mengadakan aqiqah saya dan dua kakak laki-laki saya, kalau ada uang lebih,” tuturnya. 
Agung mengaku sebenarnya dia tidak ingin melanjutkan kuliah karena melihat kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Ayahnya, Suyatno, hanya seorang tukang becak yang penghasilannya tidak tetap dan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Sedangkan ibunya, Saniya, saat itu (2005)  berjualan botol bekas.
Meski begitu, orang tua Agung  menginginkan bungsu dari empat bersaudara itu melanjutkan kuliah hingga lulus, tidak seperti tiga kakaknya yang hanya lulus SMA. ’’Ibu saya sangat kepingin saya kuliah,” katanya
Awalnya, Agung menjajal ikut seleksi ujian masuk di Fakultas Pertanian UGM namun gagal. Meski begitu, alumnus SMAN 6 Jogjakarta itu tidak putus asa. Dia lalu ikut seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Kali ini dia memilih Fakultas Kedokteran sebagai pilihan pertama dan ilmu hama Fakultas Pertanian di pilihan kedua.
’’Saya tidak tahu kenapa memilih kedokteran saat itu. Mungkin karena saya gampang tersentuh kalau melihat pasien,” katanya.
Saat berbincang, gaya bertutur lelaki kelahiran Jogja 30 Juni 1987 itu terkesan slengekan meski beberapa kali tatapannya menerawang jauh. Perbincangan sempat terhenti saat ibu Agung datang membawa nampan berisi dua gelas teh hangat. Tidak lama kemudian, dia pergi meninggalkan rumah. ’’Ibu kembali ke Pasar Terban, jualan rongsokan,” kata Agung. 
Tak disangka, lanjut cerita Agung, dia diterima di Fakultas Kedokteran UGM. Dia sempat kebingungan mengetahui diterima di fakultas bergengsi itu. Dia pun takut memberitahukan kabar menggembirakan itu kepada orang tuanya. Salah satu yang menjadi bebannya saat itu adalah biaya pendidikan kedokteran yang sangat besar.
Sebelumnya, Agung juga diterima di D3 Komputer dan Sistem Informasi (Komsi) UGM. Mau tidak mau akhirnya dia memberi tahu orang tuanya sekaligus minta pertimbangan untuk memilih fakultas yang akan dimasuki. Tapi, orang tua menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada Agung. Agung pun akhirnya memilih kedokteran setelah mendapat masukan teman-temannya.
Untuk menunjang kuliah, Agung sempat ’’nodong’’ orang tuanya untuk dibelikan komputer dan ternyata dikabulkan. ’’Saya sungguh terharu dengan orang tua saya yang berkomitmen mendukung saya kuliah,” katanya.
Hambatan terus menghadang Agung ketika menjalani perkuliahan. Yang paling tampak mengenai gaya hidup mahasiswa Fakultas Kedokteran yang kebanyakan dari kalangan the have dan glamor. Mulai gaya berpakaian, kendaraan, hingga peralatan pendukung perkuliahan lainnya. Orang tuanya sempat khawatir dengan kondisi psikologis Agung menghadapi teman-temannya yang serba berkecukupan. ’’Tapi saya meyakinkan orang tua untuk tidak perlu khawatir,” tuturnya.  
Soal pelajaran di kampus, setahun pertama Agung sempat tidak betah gara-gara dia lebih senang ilmu eksak seperti fisika, matematika, dan kimia. Sedangkan di kedokteran, nilai-nilai humanisme dikedepankan. Tetapi, perubahan terjadi ketika dia sudah mulai bersentuhan dengan pasien di rumah sakit. ’’Dari sana tumbuh kecintaan saya untuk kuliah di kedokteran hingga lulus,” tuturnya. 
Alumnus SMPN 5 Jogja itu berupaya untuk bisa menekan ’’biaya kuliah’’ hingga seminim mungkin. Beberapa cara yang dilakukan dengan memfoto-copy materi kuliah, men-download referensi di internet atau meminjam buku-buku ke senior. Dalam pergaulan Agung juga tidak minder bila temannya mengajak dia untuk nongkrong di tempat-tempat gaul.
’’Teman-teman saya baik-baik semua. Mereka tahu dengan kondisi saya,’’ ujar Agung yang mulai mendapatkan beasiswa dari UGM pada tahun ketiga kuliahnya.
Salah satu yang memudahkan dia berbaur dengan teman-teman kampus adalah sistem pendidikan di Fakultas Kedokteran yang membagi mahasiswa dalam kelompok-kelompok  belajar. Dari sana, teman-temannya mengetahui bahwa Agung berasal dari kalangan kurang mampu. Mereka juga tidak memandang sebelah mata atas kondisi Agung itu. ’’Mereka paham dan bahkan saya sering meminjam laptop teman-teman ke rumah,” katanya terkekeh.
Selama kuliah, Agung mengaku sempat ikut membantu ibunya berjualan barang bekas di Pasar Terban. Tetapi, seiring dengan makin padatnya jadwal kuliah dan praktik, maka kegiatan di pasar itu lama-kelamaan tak bisa dia penuhi.
Kini, setelah diwisuda menjadi dokter, dia mengaku lega sekaligus tertantang untuk bisa mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. ’’Saya harus bisa membantu ibu agar usaha jualan barang rongsok itu berkembang dan bisa memperbaiki ekonomi keluarga,” katanya.
Sudah dua setengah bulan ini Agung bekerja di klinik sebuah perusahaan di wilayah Tangerang. Kemarin dia harus pulang ke Jogja untuk mengikuti upacara pelantikannya sebagai dokter, sekaligus  mengurus KTP-nya yang hilang saat naik angkot.
Ditanya soal rencana masa depan, Agung mengaku ingin meneruskan pendidikan dokter spesialis. Namun, dia sadar dengan kondisi ekonomi kedua orang tuanya sehingga tidak terlalu berharap bisa meneruskan pendidikan dalam waktu dekat.
’’Mungkin saya menabung dulu karena jadi dokter spesialis kan butuh dana ratusan juta,” pungkasnya. (*/ari
 
source : http://sitasaja.blogspot.com/2011/07/agung-bakhtiyar-anak-tukang-becak-yang.html

TO UN atau TO SBMPTN



Assalamu’alaikum ..
maaf aku telat ngepost, harusnya hari rabu lalu tapi karena ada kendala teknis, baru di post sekarang. selamat membaca ^^

 
Bismillah dulu mau nulis ya hehe :D
Hari ini, kamis 5 Februari 2014. Lalu ada apa? Nothing special sih, bukan hari besar atau libur nasional pun. Cuma hari ini adalah hari terakhir TO UN  perdana sekolahku, SMA Negeri 1 Andong. Nano-nano sih rasanya.  Seneng, sedih, kecewa, bahagia, galau. Ya maklumlah pertama kali. Dan aku  disini ngerasain beban yang beda sama TO SBMPTN. Cerita dimulai dari TO UN hari pertama ya.

Senin 3 februari 2014, mapel yang diujikan berdasarkan jadwal UN tahun ini yang Cuma 3 hari. Yap, that was bahasa Indonesia  dan biologi. Bahasa Indonesia ga belajar sama sekali. Bukannya nyepelein sebagai mapel yang ga terlalu penting sih, tapi gatau apa yang harus dipelajarin. Soalnya gampang susah, susahnya itu karena bahasa Indonesia pakai analisis, logika.  Jadi tiap orang punya pendapat beda. Dan ada beberapa soal itu rancu jawabannya. Entahlah. Aku berdoa yang terbaik aja. Nah jam keduanya itu, biologi. Dan taraaaaa! Did you know what happened with biology? Ya Allah, disini aku ngerasa aku masiihhh sanggaaaatt kurang belajar *alay tulisan* yap, gimana engga, harusnya aku dapet paket A eh dituker sama paket B sama gurunya, and surprise! Soalnya sesuai SKL sih, tapi penjabarannya itu luas. Beda sama yang soal A, sesuai SKL dan soalnya juga ada bacaannya di buku.. duh, mau nyalahin guru kualat ntar. Yasudah aku ngerjain sebisaku aja dan insting :D disini juga aku berdoa yang terbaik :)

Selasa 4 februari 2014, mapelnya matematika dan kimia :) yapp, 2 mapel eksak semua. Hari itu aku belajar matematika baru dari jam 3 pagi, dan kimianya dari malem. Itu akibat aku gatau mesti belajar dari mana dulu. Sama-sama penting. Dan alhasil pas ngerjain aku banyak lupa rumus, gatau agak gimana gitu ngerjainnya.. aku banyak ga bisanya. Bahkan pakar, olimpiade matematika pun bilang susah :o dan pas kelua ruangan kepala subhanallah berat banget.. tapi oke, alhamdulillahnya aku langsung sadar diri. Masih ada kimia yang harus ditaklukkan. So aku masih ada tugas buat nyelesaiin belajar kimiaku :) dan teeett soalnya pun sudah siap disantap didepanku.. Alhamdulillah engga seberat kimia. Emang sih ada beberapa nomor yang aku tinggal dulu, but di sisa-sisa akhir waktu *nahloh* test, aku ulang lagi soal-soal itu.. dan saat itu pengawasnya yang empunya kimia :D dan sampai 15 menit terakhir ga ada yang berani keluar -_- entah engga tau persengkongkolan mereka apa :p  dan yaa bel berakhir baru pada keluar. Kepala engga seberat tadi pas matematika. 2 pelajaran ini aku mohon yang terbaik juga :)

Rabu 5 februari 2014, hari terakhir , lebih semangat lagi.. dan mapelnya bahasa inggris dan fisika. Bahasa inggris aku ga belajar seperti bahasa Indonesia. Ya karena belajar pun ga bakal keluar text yang sama :p pas LCnya ya Allah -_- speakernya gajelas banget masa, mending yang woman, lah yang man ga ngerti gambar apa. Gambarnya juga ga jelas. Soal text cerita banyak banget, kayak bahasa indo Cuma bahasa beda. Oke agak berat sih disini kepala, lalu masih ada fisika. Semangat lagi wey! Aku optimis aja, fisika termasuk mapel yang aku suka. Aku lancer aja pas ngerjain, hingga ada beberapa nomor yang sampai akhir aku ga nemu pencerahan. Kepala sudah berat disini. Waktu habis aku kurang 1 soal, dan pengawasnya malah marah-marah bukan nyemangatin. Keluar ruangan mataku berkaca-kaca, hampi nangis. Cuma hampir untungnya :’) kepala udah pasrah deh, sampai akhirnya buat ngerefresh kita dikantinsampai sore. Nunggu ujan.

Ya itu cerita dari TO UN perdana aku. Lah terus bedanya sama TO SBMPTN?
Bedanya adalah saat aku ikut TO SBMPTN dan ada soal yang ga bisa itu bebannya ga seberat saat gabisa ngerjai soal UN.. entah kenapa, kalo gabisa ngerjain TO UN ada tekanan.. mungkin gurunya. Kan SBMPTN aku sekarang baru belajar sendiri. Sedang UN ada pembimbingnya. Tapi bagaimanapun hasil dari kedua TO UN/SBMPTN aku tetap semangat! Seengganya ga ngeluh di sosmed. Soalnya aku sadar diri masih banyak kurangnya, bukannya mengeluh kenapa gabisa. Usaha juga belum maksimal. Semua jadiin pelajaran biar ga terulang lagi. Semangat de! Semangat semua.
Sekian,
Wassalamu’alaikum wr wb..

selayang pandang

itu adalah gedung Teknik Nuklir UGM :) semangat! semoga tahun ini juga bisa kuliah di gedung itu :3

ini lambang yang diagungkan dari NUKLIR! awesome ya ! semangat :)

ini masjid kampus UGM :) ga kayak masjid univ lain yang punya nama, masjid di UGM ini gapunya nama.. namanya ya MASJD KAMPUS :D

ini depan kampus ya? iya kali haha konon kata kaka kelas yang kuliah di UGM, terus foto disini, wisudanya lama.. entahlah mitos dari mana itu :D


sekilas UGM ya.. dan teknik nuklirnya. hehe semangat tahun ini pasti bisa masuk teknik nuklir!